Selasa, 06 Desember 2011

Birthday Fanfic for Watashi no Itoshii Hito, Sai Chocoretto


Tittle : Birthday of Darkness

Author : Kafudo Kei (Sai no ... *ngarep XDa*)

Chapter : Oneshot

Fandom : Chocoretto and me *narsis* XDa

Pairing : none

Rating : PG-15

Genre : Angst

Disclaimer : The story line is mine, and the chocoretto belongs to chocoheroes ^w^/

a/n : Akhirnya saya kembali lagi >w<
setelah lama hiatus dari dunia perfanfican, saya kembali dengan fic bday khusus buat memba choco kesayangan saya *hugs* *ditabok*
akhir-akhir ini saya merasa 'jenuh' sama fanfic. Mo baca aja males, makanya banyak banget daftar fic yang harus dibaca T.Ta. Buat temen2 yang udah ngetagin ffnya ke saya n belum saya coment, gomen, bukannya saya Silent Reader, tapi saya emang belum baca ff-ff kalian jadi saya belum coment ><
oia, sebenernya ultah Sai kun tuh tanggal 3 kemarin. Tapi berhubung saya baru dapet wangsitnya hari ini dan langsung selese hari ini juga *eeaa*, jadinya baru bisa dipost sekarang. Gomen telat m(_ _)m
saa, Otanjoubi Omedeto Sai Chocoretto! Wish you all the best and your wishes come true. I hope you'll be glad with this *seneng apanya? Angst gitu ==a*

well, enjoy minna >.^/




Dinginnya malam beradu dengan langkah cepat yang menciptakan desauan angin lembut. Di tengah kegelapan malam yang pekat, tanpa setitikpun sinar bintang yang tampak, pria itu terus menciptakan desir-desir angin yang menyapu helai rambut hitamnya. Jubah hitamnya berkibar-kibar, menebar aroma kematian yang tak berbekas. Sebuah menara tinggi dengan jam raksasa sebagai puncaknya menjadi tempat berlandas pria itu. Secara perlahan ia langkahkan ujung sepatunya ke lantai kayu bangunan tua itu. menyisir sedikit helai rambutnya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Perlahan dan ragu, ia berjalan ke tepi, dibalik kaca tebal yang menjadi pelindung jam raksasa itu. Penglihatannya yang tajam menatap kosong ke arah sebuah jendela yang masih bersinar terang diantara redupnya kota yang sudah "tidur" itu. Suara tawa yang bahagia dan hangat tertangkap jelas di indera pendengarannya. Matanya masih menatap kosong, pikirannya berusaha mencerna sesuatu yang belum pernah bisa dipahaminya

[111 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk hidup. Akan terasa singkat jika kau mengisinya dengan tawa, kebahagiaan, kehangatan, dan..cinta. Tapi jika kau hidup dalam kesendirian yang abadi? Dalam keabadian yang hampa? Bukankah itu akan membuat hatimu mati dan perasaanmu beku? Kata 'sendiri' akan selalu menjadi temanmu dan kata 'hampa' akan menjadi inisialmu. Bukankah itu menyedihkan?]

"terima kasih mama"

suara kecil yang riang itu tertangkap jelas di indera pendengarannya, menembus gendang telinga menuju ke saraf otak dan otot mata. Matanya terus fokus melihat sebuah pesta kecil di tengah malam yang diadakan oleh sebuah keluarga. Sepertinya itu pesta kejutan untuk seorang gadis mungil yang kini wajahnya penuh dengan krim putih dari kue tartnya. Gadis mungil itu tertawa riang, membuka kotak-kotak dengan bungkus berwarna-warni yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Pria itu memejamkan mata

"Kau membuatku kaget, Hiro-sama"

seorang pria lain yang baru saja melangkahkan kakinya tersenyum kecil dan mengibaskan rambut yang sedikit menghalangi pandangan. Hiro berjalan mantap ke arah pria itu dan berdiri di sampingnya

"Kaget? Bagaimana bisa kau kaget kalau kau sudah tau kedatanganku, Sai"

Sai, nama vampire knight itu, kembali memandang pesta kecil yang menarik perhatiannya sejak tadi. Melihat Sai yang hanya membisu seperti itu, Hiro pun ikut melihat ke arah pandangan mata Sai

"Apa yang kau risaukan?"

"apa yang sedang mereka lakukan?" tanpa melihat ke arah Hiro, Sai malah melemparkan pertanyaan lain tanpa menjawab pertanyaan Hiro

"Itu, pesta ulang tahun. Kau tidak tahu?"

"Tidak. Untuk apa mereka melakukan hal itu?" Sai agaknya sedikit tertarik. Hiro mengernyit heran, tapi kemudian menjawab pertanyaan Sai lagi

"Ketika tiba di tanggal dan bulan kau lahir, maka usiamu bertambah. Dan bangsa manusia biasanya merayakan hal bodoh itu dengan pesta, kue, dan lilin. Mereka meniup lilin yang diletakkan di atas kue setelah mengucapkan keinginannya di dalam hati. Setelah itu, mereka bertepuk tangan. Konyol"

Hiro tersenyum sinis sambil menyudahi penjelasannya, terus menatap ke arah jendela 'bersinar' itu.

"Kita tidak merayakannya?" Sai bertanya polos

mendengar hal itu, Hiro langsung tertawa terbahak sambil memegangi perutnya. 5 menit lamanya ia tertawa keras sampai-sampai air matanya keluar. Ia baru menyudahi tawanya setelah Sai memalingkan wajah dan mengeluarkan aura membunuh yang dahsyat

"Haha..tenang sai, jangan marah seperti itu. Malam ini bukan jadwal kita untuk berburu. Aku hanya heran kau menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu. Memangnya kau manusia rendahan?"

Sai berbalik dan bersandar di dinding, menatap ke arah Hiro yang masih sedikit menahan tawa.

"Tapi bukankah itu menyenangkan? Rasanya hangat ketika melihat cahaya lilin dan wajah bahagia gadis kecil itu"

Secepat kilat Hiro menghantam wajah Sai dengan sangat keras hingga vampire knight itu terjatuh ke lantai. Pipi kirinya retak, membentuk cekungan ke dalam akibat kerasnya pukulan Hiro

"Sejak kapan ada kata 'menyenangkan' dalam kamus vampire? Ingat, kau ini Vampire Knight, Sai! Hatimu mati, perasaanmu beku. Bagaimana bisa kau bilang merasakan kehangatan ketika melihat pesta konyol itu?"

Wajah Hiro tampak merah padam. Jelas sekali kalau Lord Vampire itu sedang sangat marah. Tangannya mengepal dan bergetar, menahan gejolak amarah yang masih ingin dilampiaskannya. Sai bangkit dan memulihkan cekungan di wajahnya. Rasa sakit pasti sangat terasa walaupun ia adalah seorang vampire, vampire knight lebih tepatnya

"Maafkan aku, Hiro-sama" katanya sambil membungkuk

Hiro mendengus dan menepuk kepala Sai yang sedang membungkuk "Jangan pernah mengatakan hal konyol itu lagi di depanku. Kau adalah vampire knight kebanggaanku, tunjukkan sikapmu sebagai vampire knight. Vampire adalah makhluk yang paling sempurna. Ia abadi dan kuat. Tapi kau juga harus menerima konsekuensi di balik kesempurnaan dan keabadian itu. Hatimu mati, perasaanmu beku. Yang ada hanyalah kehampaan yang akan selalu menjadi temanmu. Camkan itu"

Hiro berjalan menjauh dari Sai, melompat ke jendela dan berdiri menantang dinginnya angin malam

"Ayo, kita kembali ke kastil. Aku tidak mau kau menjadi lembek seperti itu. Jangan kecewakan aku"

Sai menurut. Sebagai vampire ciptaan Hiro, tentu ia tak bisa membantah apa kata-kata dari Lord-nya. Ia berjalan mendekati Hiro. Ekor matanya sempat melirik ke arah gadis mungil yang kini sedang bernyanyi bersama ibunya

"Baiklah kalau begitu" Hiro sepertinya mengetahui apa yang Sai lihat, dan wajahnya menunjukkan wajah tak suka

"Besok kita berburu. Dan aku sudah menemukan target untuk perburuan kita besok malam"

Sai sedikit terkejut. Perasaannya yang beku entah kenapa menjadi sedikit was-was

"Baiklah Hiro-sama. Dimana kita akan berburu?"

Hiro turun dari jendela dan melangkah kembali menuju tempatnya bertemu dengan Sai tadi, di belakang kaca besar yang menjadi pelindung jam raksasa yang masih berfungsi itu. Pandangannya lurus, jarinya menunjuk ke arah sebuah jendela yang menjadi pemandangan mereka sejak tadi

"Keluarga itu. Besok kita akan membantai mereka"

Sai terkesiap mendengar kata-kata Hiro. Matanya terbelalak memandang Hiro yang sedang mengamati calon mangsanya dengan mata berkilat-kilat

"Keluarga itu?" tanya sai, menelan ludah

"Ya, kenapa? Kau keberatan?" Hiro tersenyum sinis tanpa mengalihkan perhatiannya dari jendela terang itu

"Ti-tidak Hiro-sama"

"Sepertinya kau masih harus belajar untuk menjadi vampire yang tangguh, Sai. Kau masih lembek. Maka dari itu kau harus memusnahkan apa saja yang bisa membuatmu menjadi lembek, seperti keluarga itu"

Sai hanya terdiam

"Sepertinya manusia pemburu vampire memang sedikit berbeda dengan manusia biasa. Hanya dengan kegiatannya saja bisa membuat seorang vampire knight kesayanganku menjadi lemah"

"Maksudmu, Hiro-sama?" Sai tidak mengerti

"Asal kau tahu, Sai. Mereka-keluarga yang menyedihkan itu- adalah keluarga vampire slayer. Assh...aku tak sabar ingin merasakan darah seorang wanita vampire slayer sekali lagi. Kau belum pernah merasakannya kan, Sai?"

Sai menggeleng pelan

"Setelah dipikir-pikir, hari ini adalah hari dimana aku menciptakanmu. Ah, anggap saja kau sedang berulang tahun hari ini, jika kau ingin disamakan dengan manusia rendahan itu. Karena aku sedang berbaik hati, maka aku akan menghadiahkan gadis kecil itu untukmu"

Sekali lagi Sai terkesiap "a-apa Hiro-sama?"

"Siapkan mentalmu untuk besok. Ingat, kau harus menjadi vampire knight yang tangguh. Jangan kecewakan aku"

Hiro berjalan menjauhi Sai dan memelompat keluar melalui jendela di seberang kaca jam raksasa, meninggalkan Sai sendiri yang kembali termenung dan lagi-lagi memandang ke arah jendela yang kini mulai meredup

Sayup-sayup terdengar nyanyian kecil. Dengan ingatannya yang tajam, Sai meniru lagu yang tadi didengarnya ketika melihat pesta ulang tahun kecil untuk seorang gadis vampire slayer. Matanya terus menatap ke jendela yang sudah 'mati' itu

"Happy birthday to Sai....Happy birthday to me"

owari


a/n : yeay...mou ichido, otanjoubi omedeto Sai kun ^w^/
maaf ya, kei ga bisa ngasih apa-apa. Cuma doa dan fanfic (abal) ini.

Dan buat yang baca, coments are loved X3

jangan lupa coment ya kalo udah baca. Sankyuu >w

Kamis, 05 Mei 2011

Change my love to be an akuma, is it wrong? Chapter 5

Chapter : 5

Author : Keikoku Shima Kouyou

Genre : Angst, romance

Rating : 16+

Fandom : Gazette

Pairing : Ruki x Reita,Ruki x Aoi The Earl

Summary : I'll do anything, to be with you forever


still Ruki's mind

apakah kau juga mencintaiku Rei? Entahlah, aku tidak terlalu mengharapkan balasan cinta darinya. Karena kusadari umurku yang sudah tak akan lama lagi. Aku malah berharap ia tak mencintaiku agar ia tak merasa kehilangan aku disaat maut menjemputku nanti. Biarlah rasa cinta ini kupendam dalam hatiku saja. Hanya aku, dan sang pencipta yang mengetahui.

Aku cukup bahagia ketika didekatnya. Melihat senyumnya, menghela harum tubuhnya, memperhatikan setiap gerakannya. Aku sangat bahagia berada di sampingnya. Tapi, setiap kali hatiku terlonjak senang karena kebahagiaan yang kudapat, kenyataan langsung memecutku. Kenyataan bahwa umurku tak lama lagi untuk menikmati kebahagiaan ini. Untuk menikmati waktu-waktu bersamamu.

Dia, Suzuki Akira, sama sekali tak tahu tentang penyakitku ini. Aku sengaja menyembunyikannya karena aku tak mau dikasihani. Jadi aku berlagak kuat didepanmu. Padahal, setiap kau berbalik, darah yang telah dikhianati langsung meluncur deras dari lubang hidungku. Membuatku pening dan hampir tak sadarkan diri

kau tahu reita? Dokter sudah memvonis umurku kurang dari 1 bulan lagi. Tapi, sejak aku bersamamu, hari-hari yang kulewati bersamamu semakin membuatku bertambah kuat. Seolah aku mendapatkan pasokan energi dari setiap senyumanmu. Dan karenamu, aku bisa mematahkan vonis dokter, dengan bertahan selama 1 tahun.

Yah, satu tahun. Rasanya Tuhan sangat menyayangiku sehingga mengabulkan doaku untuk dapat hidup lebih lama denganmu. Tapi kematian tak dapat dihindari, umurku memang sudah ditakdirkan untuk mati muda. Di malam itu, ditengah sinar rembulan yang seolah menyambut perjalananku menuju tidur panjangku, aku sangat menikmati detik-detik terakhirku bersamamu. Ia, Suzuki Akira, mendekapku dengan penuh kehangatan. Seolah tak ingin melepaskanku. Tapi aku tahu, malaikat maut sudah lama menantiku. Di detik-detik terakhir itu, kuberikan ciuman pertamaku sebagai pernyataan cintaku padamu. Apakah kau menyadarinya Rei?

Rei, jangan salahkan Tuhan. Semua sudah ditakdirkan sejak awal. Aku bahagia bisa mengenalmu. Dan aku bahagia karena mencintaimu. Walaupun kebersamaan kita hanya sesaat, tapi itu sudah memberiku kebahagiaan yang kuharapkan. Sesuatu yang menjadi tujuan hidupku. Dan aku menutup mata dalam damai.

Rei, berterimakasihlah kepada Tuhan. Sebab ia yang sudah mempertemukan kita. Ikhlaskanlah kepergianku dan kutunggu kau di surga. Di dunia abadi yang penuh keindahan, tempat kita bisa bersama selamanya.
------------------------------------------

"Apa ini?"
tiba-tiba saja sebuah kekuatan menghisap jiwaku masuk ke sebuah lingkaran yang hitam dan pekat. Membangunkanku dengan paksa dari tidur panjangku menuju ke surga. Lingkaran itu, hitam, kelam, dan pekat. Terasa menyesakkan dada. Seolah-olah semua kegelapan berada disana. Seolah-olah semua kepedihan,kekecewaan,kesedihan,kebencian,kemarahan, bercampur menjadi satu dan berkumpul di lingkaran hitam yang menghisapku ini. Entah akan dibawa kemana jiwaku ini. Tapi firasatku mengatakan hal buruk akan terjadi pada jiwaku. Aku takut. Aura dalam lingkaran ini membuatku sesak dan pening. Seolah tak bisa bernafas. Dan apakah yang membuat sebuah jiwa seolah membutuhkan oksigen untuk bernafas? Aku tak tahu. Yang pasti aura ini semakin mencekikku dan menyiksaku. Membuatku berpikir lebih baik aku mati saja daripada harus tersiksa seperti ini. Tapi aku sudah mati, dan siksaan ini lebih sakit daripda siksaan ketika aku masih hidup. Aku semakin tercekik. Pandanganku mulai kabur dan akhirnya jiwaku tak sadarkan diri.

Ketika aku terbangun, sudah kudapati jiwaku terbelenggu dalam sebuah rangka yang memenjara tubuhku. Kedua tanganku terikat dengan rantai. Begitu pula dengan kedua kakiku. Bahkan leherkupun sudah terbelenggu rantai dengan bola besi berduri yang menyiksaku. A-apa ini? Apa yang terjadi pada jiwaku?

Kubuka mataku dan kudapati sosok reita didepanku. Reita, jangan-jangan kau..

Ya, benar. Dia telah menggadaikan jiwaku pada Aoi The Earl. Iblis yang sedang bertarung dengan Tuhan untuk memusnahkan manusia. Aku bisa melihat sosok Aoi The Earl yang mengamatiku dengan senyum penuh kepuasan. Reita..betapa teganya kau.

Ia, Suzuki Akira yang aku cintai, ternyata dia juga mempunyai rasa yang sama denganku. Ia juga mencintaiku, sehingga tak mampu hidup tanpaku. Ia juga menyalahkan Tuhan akan kepergianku, sehingga memanggil Aoi The Earl untuk datang dan menawarkan perjanjian yang pasti tak kan bisa ditolaknya. Walaupun ia tak menyadari apa yang telah dilakukannya.

Reita, dia telah menggadaikan jiwaku kepada iblis, menjadikanku senjata yang digunakan untuk membunuh manusia. Dan terpaksa melakukan suatu hal yang paling membuatku tersiksa, yaitu membunuhmu. Aku tahu, ia melakukan ini karena mencintaiku. Tapi tak seharusnya kau menyalahkan Tuhan.

Tsuzuku

Change my love to be an akuma, is it wrong? Chapter 4

Chapter : 4

Author : Keikoku "Shima" Kouyou

Genre : angst

Rating : 17+

Fandom : Gazette

Pairing : Reita x Ruki, Ruki x Aoi The Earl

Summary : I'll do anything, to be with you forever


Still Reita's Mind

"Bunuh dia!"

Deg, seketika jantungku langsung berdetak dengan cepat. Bisikan yang dibuat oleh Aoi The Earl membuat tubuh Taka bergetar dengan hebat. Wajahnya langsung mendongak ke arah Aoi The Earl. Tatapannya shock, seolah ia berkata, haruskah aku melakukannya?

Aku hanya bisa membelalakkan mataku melihat ekspresi mengerikan dari Aoi The Earl. Tubuhku tak bisa bergerak, seolah membatu. Kulihat Aoi The Earl sedikit melemparkan pandangannya padaku, dan tersenyum penuh arti. Bukan senyuman, tapi seringaian jahat yang membuat bulu kudukku merinding. Kemudian, sekali lagi ia berkata pada Taka

"Kau tahu itu sudah jadi tugasmu kan? Sekarang, lakukan apa yang sudah kuperintahkan!"

Tengkorak Taka berhenti bergetar. Kemudian, perlahan ia melepaskan diri dari gantungannya.ujung tangannya yang tajam bergerak maju. Ia berjalan mendekatiku, dengan langkah tertatih seolah ia menahan laju geraknya.

"Taka" aku memanggilnya pelan. Tapi tatapan Taka kosong. Ia semakin dekat ke arahku

"Taka, kau tidak akan melakukannya kan?" Jantungku berdetak kencang. Keringat dingin semakin membasahi tubuhku. Tidak! Apa yang sedang terjadi? Bukankah seharusnya kita hidup bersama taka?

"Taka, ka-kau tidak akan melakukannya kan? Bukankah kita akan hidup bersama? Taka..Taka! Hentikan Taka, HENTIKAN!!

Suaraku bergetar. Tatapan Taka benar-benar kosong. Seolah dia adalah sebuah robot yang sedang dikendalikan dengan remot kontrol. Tidak, bukan ini mauku. Aku hanya ingin hidup bersama Taka. Aku hanya ingin terus bersamamu.

"Maaf Rei, tapi aku terpaksa melakukannya"

kedua ujung tangannya yang runcing akhirnya menggapai tubuhku.

"tidak Taka! HENTI..Arghhhhh!!"

terlambat. Kedua tangan putih pucat itu merobek dadaku. Segumpal darah keluar dari mulutku. Tanpa memberiku kesempatan, ia, Matsumoto Takanori yang kucintai, menusukkan tangannya masuk lebih jauh ke dadaku. Dapat kurasakan rasa sakit yang tak tertahankan ketika ia menggenggam jantungku. Dan tanpa ampun, menarik paksa jantungku keluar dari tempatnya.

"ARGGGGHHHHHHH!!"

Seketika tubuhku pun langsung ambruk. Sebelum menutup mata, dapat kulihat tengkorak Taka memegang jantungku yang masih berkedut. Kemudian seringaian puas Aoi The Earl. Semburat darah yang merah. Hingga akhirnya kegelapan mengakhiri hidupku.
-----------------------------

Tuhan, apakah aku salah?
Bukankah semua orang juga ingin terus hidup bersama dengan orang yang dicintainya?
Apakah aku salah karena terlalu mencintainya hingga kurasa aku takkan mampu hidup tanpanya?
Aku mencintainya Tuhan, sangat mencintainya.
Apakah aku egois?
Bukankah semua orang juga akan melakukan hal yg sama sepertiku jika kehilangan orang yg dicintainya.
Jawab aku Tuhan, apakah aku salah? Apakah aku egois?

--------------------------------

Ruki's Mind

aku tahu, hidupku tak lama lagi karena penyakit yg sudah cukup lama menggerogotiku. Sebuah penyakit yg orang bilang adalah sebuah pengkhianatan terbesar. Kenapa? Karena sel darah putih yg seharusnya melindungimu malah berbalik menyerangmu. Sebuah pengkhianatan yg dilakukan oleh tubuhmu sendiri. Tapi aku tak pernah menganggapnya seperti itu. Aku selalu menganggap ini adalah karunia Tuhan. Aku tahu, tuhan sedang mengujiku. Apakah aku hambanya yg kuat atau tidak. Dan aku menerimanya dengan senang hati. Aku tidak akan membiarkan penyakit ini membatasi langkahku, membelenggu setiap gerakanku, dan menyirnakan kebahagiaanku. Aku tahu, aku akan bisa menemukan kebahagiaanku dengan caraku sendiri. Dan aku juga akan mmbahagiakan semua orang. Aku ingin keberadaanku yg singkat memiliki arti di dunia ini. Setidaknya, itulah tujuan hidupku.

Dan akhirnya, aku menemukan kebahagiaan itu dalam sosok seorang pria yang putus asa. Dari jendela rumah sakit, aku bisa melihat ia yg sepertinya dijauhi oleh semua orang. Aku menghampirinya, dan berbagi kebahagiaan dengan dia. Orang itu, Suzuki Akira, orang yg telah membuatku jatuh cinta karena kekurangannya.

Ia, Suzuki Akira, selalu mengeluhkan kekurangan dirinya. Kekurangan wajahnya yg membuat ia dijauhi sehingga ia terpaksa menutupnya dengan sesuatu yg ia sebut sebagai noseband. Reita, panggilan pria itu, membuatku terkikik geli akan semua keluhannya.

Aku berkata, tak ada seorang manusiapun yang sempurna. Semua mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Aku melepas nosebandnya. Kupikir, tak ada yang salah dengan wajahnya. Malah,menurutku ia cukup tampan hingga membuat darahku berdesir dan jantungku berdetak tak karuan. Ia, Suzuki Akira, sekali lagi mengeluh kenapa ia diciptakan untuk sendiri? Aku hanya tersenyum. Kukatakan tak ada manusia yg diciptakan untuk sendiri. Buktinya, ada aku disini untuk menemanimu.

Entah kekuatan apa yg membuatku berani untuk mengatakan itu, api kulihat ia langsung bersemu merah. Apakah kau juga mencintaiku rei?


Tsuzuku